Membendung perkembangan teknologi merupakan hal naif disaat ini, ditengah kekuatan gempuran produk gadget dan layanan aplikasi. Gempuran teknologi yang begitu kuat di tengah sisi kehidupan masyarakat, hadirlah dua kata Konvensional dan Online yang membedakan dua posisi berbeda. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Konvesional” memiliki arti tradisional, sedangkanOnline berarti Daring (dalam jaringan). Daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) didefinisikan oleh federal Standard 1037C, didefinisikan sebagai keadaan atau kondisi dari “perangkat atau peralatan”.
Namun secara umum, dua kata itu memiliki arti kondisi sebuah keadaan yang menimbulkan kesenjangan. Lepas dari permasalahan terminologi bahasa, peristiwa demo pengemudi taksi dan angkutan umum secara besar-besaran mengerek bendera peperangann dengan dua kata tersebut. Persaingan antara uber-grab yang mewakili kubu Online sedangkan taksi dan angkutan umum (organda) mewakili kubu Konvensional. Pertarungan yang kita saksikan di layar kaca kemarin bukankah pertarungan yang sesungguhnya, namun itu merupakan bentuk kekecewaan perusahaan-perusahaan raksasa dalam menyikapi kekuatan baru yang datang dalam bentuk “Online”.
“Dewasa ini , sebuah kekecewaan besar, perusahaan-perusahaan raksasa era industri mendapati bahwa revolusi nyata baru saja dimulai, Persaingan saat ini bukan lagi dengan rival di industri yang sama, melainkan dengan para individu yang terorganisasi mandiri, yang telah terhubung dengan sangat erat. Mereka memegang kebutuhan ekonomi di satu tangan, dan nasib ekonomi mereka di tangan yang lain” Kutipan dari buku Wikinomics – Kolaborasi Global Berbasis Web bagi Bisnis Masa Depan karya Don Tapscott (Published by Penguin Group, 2004).
Kalau boleh menilik beberapa tahun yang lalu dengan munculnya berangkat ke tempat kerja bersama yang dimotori oleh nebeng.com, fenomena ini bisa menjadi titik awal moda angkutan yang hari jadi permasalahan. Termasuk beberapa waktu lalu adanya perselisihan antara ojek online yang dimotori Gojek dengan ojek pangkalan. Seakan-akan apapun yang berbau online akan selalu memberangus keadaan yang sudah mapan sebelumnya.
Padahal semua lini akan terhantam dengan perkembangan teknologi, meski kata terhantam tidaklah tepat untuk menggambarkan keadaan dimana bertumbuhnya teknologi informasi. Coba kita lihat perkembangan Aplikasi WhatsApp, Line, BBM dan telegram yang pasti disetiap gadget atau smartphone selalu terpasang, pastilah teknologi ini memukul pasar SMS (Short Messages Services) yang merupakan tambang penghasilan operator telekomunikasi. Bahkan aplikasi tersebut mampu memberikan layanan komunikasi multimedia, belum lagi setiap sudut memberikan layanan gratis internet. Maka lengkaplah penderita operator telekomunikasi. Kalau boleh demo operatorlah yang kali pertama melakukan demo secara besar-besaran.
Bahkan yang paling kasat mata adalah berkembangnya travel online seperti traveloka.com, tiket.com atau nusatrip.com jelas menggerus pasar travel konvesional yang lebih dulu ada. Belum lagi tumbuh ecommerce marketplace yang akhirnya setiap orang mampu mempunyai toko tanpa harus memiliki lokasi fisik atau berada di pusat perbelanjaan. Mereka pun layak melakukan demo atas perkembangan teknologi informasi online. Nah apa jadinya kalau semua pihak melakukan protes atas terjadi perkembangan ini.
Perkembangan teknologi informasi atau kita sebut Online tidak akan lepas dengan perilaku offline (brick and click). Tujuan sebuah bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan, seperti kata Peter Drucker. Mengintegrasikan bisnis offline (konvesional, red) dan online (brick and click) adalah upaya membangun nilai-nilai baru bagi pelanggan, contoh adalah kehadiran mataharimall.com yang dibangun oleh perusahaan pemilik Matahari Dept Store. Sehingga betapa naif kalau terjadi pertarungan karena alasan online dan konvesional. Maka berdamailah, karena Generasi Internet akan merubah segalanya tanpa bisa kita kendalikan.