Sore kemarin saya berkesempatan berkunjung ke sahabat saya yang tinggal dan bekerja di kota sidoarjo, setelah sekian lama tak bertemu. Kami berbagi cerita tentang segala hal yang kami alami termasuk beberapa pikiran dan obsesi kami. Namun ada satu cerita yang menarik dari sahabat saya itu,, yang membuat saya benar terkejut, sedih dan kecewa.
Sahabat saya itu bertutur tentang pengalaman ketika mengikuti pelatihan dan memperoleh cerita yang memberikan penyadaran terhadap sahabat saya itu dan diri saya sendiri. Betapa tidak menyentuh perasaan saya sebagai orang tua.
Cerita yang berawal dari pertanyaan seorang anak yang berumur 8 tahun kepada sang ibu tentang harapannya untuk dapat berbincang dan bercanda dengan sang ayah, “mama, papa itu kalau pulang kerja jam berapa?’ tanya sang anak. Si ibu segera menjawab “papa pulang menjelang larut malam”. Tak seberapa lama sang anak kembali bertanya “apa pekerjaan papa, ma?”. Dijawab sang ibu “papa mu itu bekerja sebagai pembicara dan instrutur yang sekali memberikan ceramah atau pelatihan digaji 1 juta”. Sang anak kiranya cukup puas atas jawaban dari sang ibu.
[ad#adv-unitku-02]
Beberapa hari kemudian sang anak kembali bertanya pada sang ibu tentang jam berapa sang ayah pulang. Tapi kali ini sang ibu mencium sesuatu gelagat lain dari sang anak, “kenapa kamu bertanya lagi”. Segera sang anak menjawab mengungkapkan maksudnya “aku mau menunggu papa pulang”. Si ibu terheran “ada apa kepentingan apa kamu menunggu papa”. Dijawab sang anak “aku mau ketemu papa untuk pinjam uang lima ratus ribu”, semakin panik sang ibu karena uang sebesar itu untuk anak sekecil itu. Setelah waktu menunjukan tepat 10 malam, sang ayah datang.
Singkat cerita setelah terjadi pertemuan antara sang anak dan ayah, terletup kata-kata dari bibir sang anak tentang keinginan sang anak untuk meminjam uang sebesar lima ratus ribu. Betapa terkejutnya sang ayah dan tak kalah garangnya sang ayah menjawab dengan nada tinggi “untuk apa uang sebesar!”. sang anak tak menjawab tapi lari ke dalam kamar lalu menghempaskan tubuh diatas tempat tidur.
Tak berapa lama sang ayah dan ibu mendekati kamar sang anak, didengar suara isak tangis dari putra tunggalnya. Perlahan sang ayah bertanya “untuk apa uang sebesar itu” dengan nada lirih. Dijawab oleh sang anak disertai isak tangis “uang itu dipakai untuk membayar papa biar papa bisa menemani setengah jam saja”. Mendengar jawab itu iba lah hati sang ayah.
Begitu juga saya sebagai ayah yang sulit meluang waktu untuk mengekspresikan seluruh luapan kasih sayang kepada putra semata wayang saya. Mungkin cerita ini merupakan perenungan saya sebagai seorang ayah.